Tanah Karo | KABARBERANDA – Proyek SPAM (Sumber Penyediaan Air Minum) berbandrol 63 M di Deleng Sibuaten wilayah Siosar Tanah Karo ternyata jauh dari kesan sukses. Proyek multi years anggaran 2015 – 2016 itu menyisakan duka yang cukup dalam. Betapa tidak, proyek yang dibangga banggakan itu tak urung selesai, mangkrak, bukan tidak mungkin akan menjadi catatan hitam penguasa di sana. Fakta yang terlihat kasat mata di lapangan, banyak dugaan tidak sesuai dengan program pembangunan. Sebuah realita yang mencoreng biawa pemerintah setempat, potret ketidak jujuran terlihat mengental. Diduga anggaran sebesar 63 M “Tercecer”
Proyek raksasa itu adalah program Pemerintah pusat dalam penanganan erupsi gunungapi Sinabung 2010 lalu. SPAM bersumber dari Deleng Sibuaten, kawasan hutan lindung wilayah Siosar yang meliputi Kecamatan Tigapanah, Merek. Pembangunan yang tertera diantaranya bak penampung, reservoir, pipa dan sarana lainnya. Lokasi itu berjarak berkisar 9-10 km dari kawasan relokasi Siosar. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat Kabanjahe dan sejumlah kelurahan berkaitan dengan bencana erupsi gunung Sinabung saat itu.
pantauan Wartawan di lokasi Rabu (6/5) pekan kemarin, bak penampung air di hulu sungai terkesan asal jadi. Jaring penampung sampah dibuat sejenis tali plastik. Gerbang ke bak juga terbuka sehingga benda-benda yang tidak diinginkan seperti bangkai-bangkai hewan bebas masuk. Termasuk banyak batang pipa ditimpa batang pohon yang tumbang dan juga gelondongan-gelondongan potongan batang pohon, miris memang.
Ketidak jelasan proyak ini mendapat kritik pedas dari sejumlah elemen di Karo, diantaranya LSM LIRA, KPKP, GEMPITA, dan FKPPI. Keempat pentolan LSM ini Nawari Sembiring, Ikuten Sitepu, Robinson Purba dan Husni Ginting menyoroti dengan keras.
“Selain dugaan sarat penyimpangan, pembangunan sarana bak penampung hulu pipa perlu diperhatikan. Termasuk bagaimana mekanisme pemasangan pipa serta kualitas dan tebalnya pipa. Termasuk pemasangan pipa, ada plastik dan ada besi. Pembangunan reservoir di gerbang Siosar yang terkesan terbengkalai. Mulai dari hulu air sampai ke resevoir kurang pemeliharaan dan perawatan. Ada pakai penyangga dari coran semen, ada juga di atas batu sungai. Gelondongan-gelondongan batang kayu dan batang kayu banyak menimpa batangan pipa yang seketika bisa pecah atau rusak dibawa air sungai kala terjadi banjir. Kami sangat kecewa pembangunan air minum dengan anggaran begitu besar, puluhan miliar dari Kementerian PUPR yang ditangani Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS). Padahal, pembangunan yang memerlukan material pasir dan batu tinggal mengambil di lapangan tanpa membeli. Ternyata kualitas proyek sangat mengecewakan masyarakat luas Tanah Karo,” jelas Robinson yang diamini ketiga rekannya sesama LSM itu.
“Sedangkan data yang saya peroleh pada kontrak dari pihak pekerja saat itu tertera bahwa besarnya nilai pekerjaan Rp 63 miliar. Ini faktanya dan ini menjadi acuan kita berbicara,” tambah Husni Ginting.
Sementara itu saat investigasi, pihak PDAM Tirtamalem juga dijumpai sedang memperbaiki pipa yang pecah yang diduga akibat ketebalan pipa terlalu tipis.Pipa itu dengan sendirinya tidak ada kayu yang menimpanya. “Ya karena pipa pecah inilah maka air minum ke Kabanjahe terganggu,” ujar pihak PDAM Tirtamalem saat itu. (MO/Coks).