Ada “Ketidak Jujuran” Di Kokohnya Patung Yesus


Medan | KABARBERANDA. Com – Proyek raksasa pembangunan patung Yesus di bukit Sibea bea Kecamatan Harian Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara menuai masalah. Meski pembangunan patung setinggi 61 meter di areal seluas 15 hektar itu terus berjalan, namun ahli waris dari keturunan (pomparan) Op Tahioloan Pasaribu di Desa Janjimartahan akan terus melawan hingga tetesan darah penghabisan. Keluarga besar Pasaribu Janjimartahan yang berada di perantauan diantaranya Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Tangerang, Bali serta Medan bersatu kokoh menolak keras pembangunan Patung Yesus. Dikarenakan lahan itu adalah milik nenak moyang mereka sejak lebih kurang 200 tahun lalu. Lahan seluas 15 hektar itu diduga diambil alih Yayasan Jadilah Terang Danau Toba (JTDT) sebagai pelaksana pembangunan, tanpa persetujuan dari keluarga besar Pasaribu Janjimartahan. Diduga kuat pengambil alihan lahan itu dilakukan secara tak resmi dan cacat hukum. Ada ketidak jujuran yang mengkristal di sana.
Menurut keterangan beberapa keluarga besar Pasaribu Janjimartahan yang datang ke redaksi KABARBERANDA,Com sepekan kemarin, mengaku kalau pihak Yayasan JTDT telah “merampok” tanah nenek moyang mereka. Ahli waris keluarga besar Pasaribu sama sekali tidak ada menyerahkan lahan untuk pembangunan patung Yesus, namun tiba tiba Yayasan JTDT menguasai lahan itu.

“Keturunan Op. Tahioloan Pasaribu yang diperkirakan mencapai ribuan orang, belum pernah bermusyawarah secara langsung dengan JTDT untuk penyerahan tanah ulayat atau adat. Tiba-tiba saja kawasan perbukitan itu dikuasai JTDT dengan dalih telah diserahkan segelintir orang. Apa apaan ini ? ada yang berani beraninya bermain dengan mengatas namakan agama dibelakangnya. Kami keluarga Pasaribu jelas keberatan dan akan terus menempuh jalur hukum” ujar perwakilan Pasaribu ini. “Kami juga sudah pernah melakukan upaya untuk merebut kembali tanah warisan leluhur kami itu dengan menutup jalan masuk ke kawasan perbukitan dengan kawat berduri. Mengadu sekaligus meminta Pemerintah Kabupaten Samosir agar tidak menerbitkan perizinan di lokasi yang dipersengketakan dengan JTDT. Demo penolakan pembangunan Patung Yesus juga sudah digelar pada Minggu (17/6/2018) tahun lalu. Akan tetapi tak satu pihak pun yang medengar teriakan kami. Kami merasa keturunan Op Tahioloan telah diadu domba oleh yayasan JTDT. Dipastikan ada oknum oknum orang kuat yang berdiri di belakang yayasan JTDT.”
JTDT mengesankan seolah olah tanah kami telah diserahkan, padahal hal itu tak pernah dilakukan. Sangat meyakitkan sekali tanah nenek moyang kami diambil paksa oleh orang orang yang mengesampingkan kejujuran” cetus perwakilan Pasaribu Janjimartahan yang mengaku bernama US Pasaribu ini. Menurutnya, JTDT telah mencoba membenturkan warga Desa Janjimartahan dengan warga desa tetangga Kecamatan Harian. JTDT mengesankan bahwa pemilik tanah ulayat marga Pasaribu itu seolah warga desa tetangga di Kecamatan Harian.
Berbagai cara licik mereka bangun, dengan membuat berita acara penyerahan kuasa dari Kepala Desa Janji Martahan Patam Pasaribu kepada Ketua Pembina Yayasan Jadilah Terang Danau Toba, Sudung Situmorang SH MH. Penyerahan pada Oktober 2017 tahun lalu itu disebutkan dihadiri Muspika Harian. Diantaranya Kepala Desa Janjimartahan, Kepala Desa Turpuk Sihotang, Kepala Desa Turpuk Sagala, Kepala Desa Turpuk Malau, Kepala Desa Turpuk Limbong, Kepala Desa Sosor dolok dan Rajabius/tokoh masyarakat. Padahal, lahan itu adalah tanah ulayat marga Pasaribu Janjimartahan, yakni warisan keturunan Op Tahioloan”
Apa dan bagai mana sebenarnya masalah lahan pembangunan patung Yesus yang cukup pelik ini, belum diketahui secara jelas. Mengingat tak satu pun pihak dari yayasan JTDT yang bisa dikonfirmasi. (KB/rel)