AGAMA
Sering terjadi perkelahian dengan berlatar belakang agama. Agama dijadikan alasan untuk saling serang, beda agama ribut, beda keyakinan perang. Rumah ibadah dibakar dengan melibatkan agama di belakangnya.
Agama sedang digadang-gadang untuk berperan memperbaiki peradaban masa depan ummat manusia. la ibarat pelita kecil di sayup-sayup abad 21 yang dituntut untuk menjanjikan sesuatu sejak sekarang.
Kecemasan para pakar pemerhati
sejarah terhadap hampir seluruh evil product bidang-bidang politik, ekonomi,
budaya serta semua muatan perilaku sejarah umat manusia, akhimya diacukan
kepada kemungkinan peran agama.
Tulisan ini sekedar permintaan interupsi sesaat, yang penawaran tesisnya amat
bersahaja. Sebaiknya kita tidak usah terlalu tergesa-gesa memperpanjang
pembicaraan tentang apa yang didorongkan oleh agama terhadap proses perubahan
sosial, sebelum kita benahi dahulu dasar filosofi, epistemologi, atau bahkan
sekedar struktur logika kita dalam memahami Agama.
Pada
akhimya ini mungkin sekadar persoalan tetapi saya tidak bisa berhenti pada
anggapan demikian. Saya tidak pemah sanggup mengucapkan kata “Agama
berperan dalam titik..titik. Saya hanya bisa menjumpai agama sebagaimana kayu,
atom, biji besi, dedaunan atau anasir alam lainnya, ia tidak bisa menjadi
subyek. Agama harus tidak berasal dari Nabi, murid-murid Nabi, ulama,
rohaniawan, pujangga atau jenis cerdik cendekia macam apapun. Agama hanya
mungkin disebut agama apabila ia sepenuh-penuhnya merupakan hasil karya Tuhan
lepas dari kenyataan bahwa kita boleh mempertengkarkan secara metodologis
mengenai bagaimana sesuatu itu absah dianggap sebagai hasil karya Tuhan. Agama
yang mungkin sah disebut agama apabila berasal dari Tuhan, dan bukan kebetulan
bahwa Tuhan tidak pernah memerintahkan kepada agama untuk berperan apapun dalam
kehidupan manusia. Yang menerima perintah adalah manusia, dan Tuhan telah
memberinya fasilitas-fasilitas untuk menjalankan perintah itu. Sedangkan agama
tidak memiliki akal sebagaimana manusia. Agama tidak akan dimasukkan ke sorga
ataupun neraka. Agama adalah makhluk Tuhan yang sama sekali berbeda dari
manusia. Agama itu pasif, manusia itu aktif. Agama tidak memiliki kewajiban,
tidak punya hak dan tidak dibebani tanggung jawab apapun. Dengan logika pemahaman
seperti ini seorang ahli tidak mungkin bisa mengatakan umpamanya “Agama
tidak cukup untuk menangkal kenakalan remaja …”. Yang tidak cukup, dan
senantiasa relatif dan polemis, adalah tafsir manusia terhadap agama.
Nah…soal bakar membakar rumah ibadah itu apa sebenarnya..? Masalah agama
kah..? atau pemilik agama itu yang tak mengerti tentang agama. Bagi mu agama mu
bagi ku agama ku, darah kita sama sama merah.