Antara Teror Dan Bangkai Babi

Bangkai babi di Kota Medan tidak hanya hanya mengotori sungai dan danau,
tapi juga berserakan di jalanan. Akibatnya bau menyemangat dari karung berisi
bangkai di tepi jalan pun tercium warga. Hal ini tentu meresahkan warga Medan
dan sekitarnya, mengingat bangkai babi ini terindikasi terpapar virus kolera.
Seperti yang dilansir Republika.co.id, anggota DPRD Medan Hendra DS, sangat
menyesalkan kejadian bangkai babi ini. Seharusnya, peternak babi memikirkan
dampaknya dengan tidak membuang sembarangan bangkai babinya.
“Ini sudah mengarah seperti teror ke warga medan. Saat ini sungai,
danau dan jalanan yang ada di kawasan Medan sudah dikotori oleh bangkai
babi,” kecam Hendra saat dihubungi Republika.co.id, Jumat
(15/11).
Politikus Partai Hanura itu mengatakan, DPRD sendiri meminta kepada pihak
terkait untuk segera menuntaskan persoalan ini. Tidak hanya itu, pihaknya juga
meminta pihak berwajib untuk menangkap pembuang bangkai babi tersebut. Sehingga
dengan ditangkapnya pelaku pembuang bangkai babi tidak timbul persoalan sosial
di tengah kehidupan warga kota Medan.
Selanjutnya, Hendra menghimbau agar warga tetap tenang dan menjaga kerukunan.
Sedangkan untuk pembuang bangkai babi untuk tidak mengulang perbuatannya. Jika
mereka masih ada babinya yang mati segera berkoordinasi dengan aparat setempat
untuk menanyakan perihal penguburan bangkai babi.
“Jangan lagi membuang sembarangan karena selain menyebarkan penyakit bisa
menimbulkan gejolak sosial di tengah masyarakat,” tutur Hendra.
Sebelumnya, tercatat ada 5.800 ekor babi dilaporkan mati dari 11 kabupaten di
Medan. Di antaranya di Dairi, Humbang Husundutan, Dedi Serdang, Medan, Karo,
Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli
Selatan dan Samosir. Kemudian ditemukan puluhan bangkai babi mengambang di
Sungai Bederah. Kemudian, tiga ekor bangkai babi dalam karung goni ditemukan
warga di kawasan Jalan Gedung Arca, Kota Medan, Kamis (14/11).
Pakar yang juga dosen Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatra Utara (FK USU), dr
Restuti Hidayani Saragih, Sp.PD, FINASIM, M.H.(Kes), mengatakan ternak babi
yang dibuang ke sungai dikhawatirkan berpotensi memicu penyakit infeksi yang
bisa menjangkiti manusia. “Selain mencemari lingkungan juga dianggap dapat
mencemari kualitas dari air sungai, sehingga dikhawatirkan berpotensi memicu
penyakit infeksi yang bisa menjangkiti manusia,” katanya kepada wartawan,
di Medan, Jumat.
Ia menyebutkan, meskipun virus hogcholera atau classical swine fever (CSF) tidak menular dari babi ke manusia. Namun, tindakan pembuangan bangkai babi terinfeksi tersebut akan menyebabkan pencemaran air yang dapat menimbulkan atau berpotensi mengakibatkan gejala penyakit infeksi lainnya pada manusia.
“Seperti diare, demam, penyakit kulit, dan lainnya, terutama pada warga di sekitar aliran sungai,” ujarnya.
Dikemukakannya, bahwa hog cholera sendiri merupakan penyakit infeksi pada babi yang sebetulnya hanya menjangkiti babi yang sangat menular. Adapun tingkat kesakitannya (morbiditas) dan kematiannya (mortalitas) hampir mencapai 100 persen. Ia menyebutkan, penyebabnya adalah infeksi pestivirus yang masuk dalam famili flaviviridae.
Terdapat bermacam-macam strain virus ini dengan tingkat virulensi mulai dari
rendah, sedang sampai dengan virulensi tinggi yang dapat menyebabkan wabah.
“Virus dan penyakit ini endemis di Asia, serta juga ada didapati di
beberapa belahan dunia lain. Akan tetapi, hog cholera tidak bisa
menjangkiti manusia dan juga tidak dapat ditularkan dari babi ke manusia.
Dagingnya yang dimakan juga tidak akan menularkan pada manusia,” demikian
kata Restuti Hidayani Saragih.
Pengamat lingkungan dari Universitas Indonesia (UI) Tarsoen Waryono menyebut
tindakan membuang bangkai babi terjangkit kolera ke aliran sungai dan danau
adalah perbuatan yang membahayakan kesehatan masyarakat. Sebab, akan ada efek
berantai ke hewan lain hingga akhirnya ke masyarakat.
Tarsoen mengatakan, bahwa kolera babi belum bisa dipastikan apakah bisa
menjangkiti manusia. Namun, keberadaan bangkai dalam jumlah besar bisa
dipastikan akan memberikan masalah kesehatan lain.
“Kemungkinan akan ada mata rantai penyakit yang akan menyebae ke
masyarakat melalui hewan amfibi seperti katak dan kura-kura. Karena mereka juga
ke darat, maka penyebarannya semakin cepat,” kata Tarsoen kepada Republika,
Jumat (15/11).
Selain itu, lanjut dia, lalat juga akan menjadi salah satu hewan yang
menyebarkan berbagai penyakit jika sebelumnya sudah hinggap di bangkai babi.
“Lalat kan sering hinggap ke makanan kita. Itu pasti akan
menimbulkan dampak kesehatan,” pengajar di Fakultas Matematika dan
Pengetahuan Alam UI itu.
Lebih lanjut, Tarsoen menilai tindakan pembuangan bangkai babi itu bisa
menimbulkan konflik di masyarakat. Terlebih jika airnya digunakan untuk
kebutuhan hidup sehari-hari.
“Ini tidak menutup kemungkinan juga akan ada dampak kesehatan lainnya.
Terlebih terhadap ibu hamil yang sangat rentan,” ucapnya.
Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Sumatra Utara mencatat ada 11 Kabupaten/Kota
yang terkena wabah virus hog cholera. Yakni Dairi, Humbang Hasundutan,
Deli Serdang, Medan, Karo, Toba Samosir, Serdang Bedagai, Tapanuli Utara,
Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan dan Samosir.
Dari 11 kabupaten/kota tersebut sebanyak 4.682 ekor babi dilaporkan mati akibat
virus ini. Hingga kini, Pemprov Sumut bersama pemerintah daerah berupaya keras
untuk menangani masalah tersebut.
Polda Sumatra Utara (Sumut) melakukan
penyelidikan terkait keberadaan ratusan bangkai babi di sungai Bedera dan Danau
Siombak. Polisi bahkan telah membentuk tim gabungan untuk mencari pelaku
pembuangan ratusan babi tersebut.
Kabid Humas Polda Sumut Komisaris Besar Polisi Tatan Dirsan mengatakan, saat
ini tim kepolisian masih terus melakukan penyelidikan. Tim kata dia, mencari
apakah terdapat peternakan babi di Kecamatan Marelan, Kota Medan ini.
Tim kata dia, melakukan penelusuran berdasarkan arus sungai. Namun sampai hari
ini, polisi belum menemukan adanya peternakan babi di kecamatan Marelan.
“Kalau untuk di daerah Kota Medan itu masih kita telusuri dari arus sungai,
namun sejauh ini belum ditemukan,” kata Tatan saat dihubungi Republika,
Jumat (15/11).
Polisi kata dia, akan melakukan pencarian di kabupaten tetangga. Karena tidak
menutup kemungkinan sambungnya, ada peternakan babi di daerah lain.
“Jadi tidak menutup kemungkinan daerah-daerah kabupaten tetangga. Ini juga kami
masih koordinasi dengan wilayah tetangga,” terangnya
Tatan menambahkan, selama melakukan penelusuran di lapangan untuk menemukan
asal muasal bangkai-bangkai babi tersebut pihaknya berkerja sama dengan
pemerintah daerah (Pemda). Namun untuk proses penyelidikan kata dia, hanya
terdiri dari unsur kepolisian.
“Di lapangan tim kami melibatkan unsur terkait, seperti dinas dari Pemda Kota
Medan, tapi kalau dalam penyelidikannya tetap polisi,” ujarnya.
Saat ditegaskan apakah pelaku pembuangan bangkai-bangkai babi tersebut adalah
dari korporasi dan bukan perorangan. Tatang mengaku belum bisa menyimpulkan
karena masih dalam penyelidikan dan pencarian.
“Tim masih sedang bekerja,” ucapnya.