Februari 18, 2025

Masyarakat Kampung Kung Ambil Alih Tanah Adat Paya Sangor Yang Dikuasai Penggarab Liar

0
IMG-20200825-WA0006

Takengon | KABARBERANDA –
Masyarakat kampung Kung selama ini hanya dapat melihat tanah adat miliknya digarab oleh orang-orang dari kampung lain yang statusnya tidak diketahui. Para penggarab tidak pernah melapor ke aparat desa setempat.
Menurut warga setempat, kekesalan masyarakat kampung Kung awalnya dilampiaskan terhadap Reje Kung yang mereka anggap tidak perpihak terhadap warga Kung sebagai ahli waris tanah adat Paya Sangor. Mengingat kesewenang- wenangan para penggarab yang sudah menanami tanah milik leluhurnya. Dengan seenaknya menguasai tanah mereka dan menanami pohon kopi, hal ini jelas maksud para penggarab ingin menguasai tanah untuk menjadi miliknya. Melihat kondisi itu warga kampung Kung mendesak Reje untuk segera memanggil para penggarab agar segera meninggalkan lahan yang bukan hak mereka. Mengingat para penggarab tidak juga pergi meninggalkan lahan, warga yang jumlahnya ratusan orang mendatangi kantor Reje untuk memaksa Reje segera membagikan tanah dan mengeluarkan surat surat tanah tersebut. Namun sangat disayangkan Reje tidak dapat dijumpai, diduga pergi meninggalkan kantor lewat pintu belakang.

Karena tidak dapat menjumpai Reje, para wargapun langsung mendatangi para penggarab guna menanyakan surat tanah yang dikelolanya. Penggarab mengatakan bahwa tanah dibeli dari seseorang dan surat nya dari desa Kala Pegasing. Mendengar jawaban penggarab, beberapa orang warga menjelaskan bahwa tanah yang dikelolanya adalah tanah adat milik masyarakat kampung Kung. Dan sebagaian penggarab merespon dengan baik dan menandatangani surat untuk pembuatan jalan pengaplingan tanah. Pembuatan jalan berjalan dengan baik.

Sementara itu Reje kampung Kung Irham, ketika dikonfirmasi tentang permohonan warganya untuk segera menertibkan para penggarab mengaku, pihaknya telah mengeluarka surat himbauan yang ditujukan kepada penggarap untuk segera datang ke kantor Reje kampung Kung. Tujuannya mempersiapkan alas hak tanah, seperti sertifikat, akta jual/beli atau bukti kepemilikan lainnya. Namun penggarab tidak ada satupun yang mendatangi kantor Reje kampung Kung, sehingga tidak ada penjelasan warga mana yang mengarab tanah adat Paya Sangor.

Sementara itu ketika dipertanyakan seputar penebangan pohon kopi, Reje kampung Kung mejelaskan bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahuinya.

Kapolsek Pegasing Iptu Hasman Hidayah SH, ketika dikonfirmasi seputar penebangan pohon kopi, meminta warga kampung Kung untuk tidak berbuat melanggar hukum. Karena jelas merugikan diri sendiri dan keluarga. Karena semua persoalan pasti ada jalan keluarnya apabilah di bicarakan secara baik-baik. “Untuk itu dihimbau kepada warga kampung Kung, apabila ada permasalahan yang manyangkut dengan persoalan di hukum, agar segera berkordinasi dengan Reje dan dilanjutkan ke Polsek Pegaseng, guna dilakukan pengusutan lebih lanjut. Dan apabila ada terbukti perbuatan yang melanggar hukum, maka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku” tegas Kapolsek.

Buntut dari gerakan masyarakat kampung Kung Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah untuk memperoleh hak mereka atas tanah seluas 16 H, berbuntut panjang. Pasalnya, perjuangan masyarakat ini mendapat hambatan dari penggarab lahan tanah adat kampung Kung.
Menindak lanjuti laporan penggarap, Senin (24/8) Camat Pegasing bersama Kapolsek datang menemui ratusan warga Kung guna memberikan penjelasan. “Kami minta masyarakat untuk menghentikan aktifitas terlebih dahulu di lahan hak pakai No.1 milik pemerintah Aceh sembari menunggu hasil keputusan pemerintah provinsi terkait tanah kampung Kung ini. Jangan melakukan perbuatan anarkis, seperti merusak tanaman yang ada di lokasi tanah ini.

Menjawab arahan Camat dan Kapolsek Pegasing, warga kampung Kung menuturkan bahwa mereka masyarakat Kung sudah merasa bosan dengan janji-janji pemerintah yang hanya berjanji menyelesaikan masalah tanah adat mereka. “Kami masyarakat kampung Kung akan terus melakukan penggarapan di lokasi tanah adat milik kampung Kung, jika kami biarkan para mafia tanah terus meraup keuntungan di lahan kami dengan melakukan jual beli. Arjuna Wiwaha bersama alm. Asmikar yang kala itu menjabat sebagai Reje di Kala Pegasing telah banyak melakukan jual beli di lahan adat kampung kung. Dan mengeluarkan sporadik (surat silang sengketa) yang dikeluarkan Reje Kala Pegasing. Sehingga banyak orang di luar kampung Kung yang menggarap tanah kami. Kalau kami terus berdiam diri, maka semua tanah adat milik kampung Kung akan habis dikuasai mafia tanah yang mengambil keuntungan dari tanah adat kampung Kung Paya Sangor. Apa kami harus diam melihat semua permainan ini” tegas para warga.
Kudus yang juga warga Kung kepada wartawan menuturkan, bahwa tanah kampung Kung khususnya Paya Sangor merupakan hak adat masyarakat. “Dulu tanah ini memang milik kami, namun setelah pemerintah membuat program industri pabrik kertas, maka leluhur memberikan tanah kami ke PT, Kertas Aceh dengan ketentuan tukar guling. Tanah adat Paya Sangor diganti dengan kebun kopi siap panen di Wih Ilang seluas dua hektar. Namun sampai saat ini kebun kopi seluas dua hektar yang dijanjikan tidak pernah ada dan pabrik kertas tidak pernah dibangun” jelas Kudus.

Kudus juga berharap agar pemerintah segera memberikan hak masyarakat kampung Kung. “Kami sudah mendapat persetujuan Gubernur dan DPRA terkait tanah adat Paya Sangor” tegas Kudus mengakhiri. (Maya Murni)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *