Negerinya Orang Tertawa

Kita berasal dari sebuah Negeri yang penuh kehangatan hidup, bakat utama Negeri ini adalah bergembira dan tertawa. Kaya atau miskin, menang atau kalah, mendapatkan atau kehilangan, kenyang atau lapar, sehat atau sakit  semuanya potensial untuk membuat kita bergembira dan tertawa. Bangsa ini sangat murah hati, mengekspor ke berbagai Negara bukan saja hanya barang dan makanan, tetapi juga manusia. Penduduk Negeri ini bertebaran di berbagai Negara, ada yang menjadi kaya, ada yang mati tak ketahuan kuburnya. Ada yang sukses, ada yang diperkosa, ada juga yang pulang membawa modal lumayan, ada yang dipukul, diseterika, dibenturkan kepalanya ke tembok, macem macem lah.

          “Sering kita medengar khabar tentang TKW di luar Negeri sana. Pulang dengan gegar otak dan badannya luka-luka dari Cairo dan Riyadh. Hampir tiga juta kasus penindasan atas tenaga kerja Indonesia diluar Negeri,  tak satupun yang diselesaikan. Para pekerja yang sukses tidak ada yang bersikap egoistik pulang ke tanah air, di Terminal 3 Cengkareng Airpport” atau di Bandara Kuala Namu. Mereka menyediakan diri untuk ditodong oleh banyak yang memang menunggu di sana untuk mencari nafkah. Itu membuat mereka menangis sejenak tapi kemudian tertawa tawa lagi.

 Karena penderitaan adalah memang sahabat yang paling akrab sejak mereka masih kanak kanak, bangsa ini sangat berpengalaman dijajah. Sebagian mereka menunggu penjajah datang ke kampungnya, sebagian yang lain menyebrang keluar Negeri untuk mencari penjajah. Bangsa Indonesia tidak memerlukan pemerintahan yang baik untuk tetap bisa bergembira dan tertawa. Kita memerlukan perekonmian yang stabil, politik yang bersih, kebudayaan yang berkualitas  untuk mampu bergembira dan tertawa. Kita bisa menjadi gelandangan, mendirikan rumah liar sangat sederhana di tepian sungai, dan dihiasi dengan pot pot bunga serta burung perkutut.

Bangsa Indonesia sangat berpengalaman dijajah, juga saling menjajah diantara penduduknya. Dijajah atau menjajah, kita bergembira dan tertawa. Sayang sekali belum ada ilmuwan yang tertarik meneliti frekwensi tertawa bangsa ini  di rumah, di warung, di lapangan sepakabola, di ruang pertunjukan, di layar televisi, di tengah kerusuhan, di gedung parlemen, di rumah ibadah dan di manapun saja. Ada orang yang terjatuh dari motor, kita menuding nudingnya sambil tertawa. Orang bodoh ditertawakan, apalagi orang pintar.

Kehidupan kita sangat longgar, sangat permisif dan penuh kompromi. Segala sesuatu bisa dan gampang diatur. Hukum sangat fleksibel, asal menguntungkan. Kebenaran harus tunduk kepada kemauan kita. Bangsa kita bukan masyarakat kuno yang sombong dengan jargon ” MEMBELA YANG BENAR”. Kita sudah menemukan suatu formula pragmatis untuk kenikmatan hidup, yakni “MEMBELA YANG BAYAR”. Tuhan telah menyesuaikan aturan aturan-Nya dengan perkembangan dan kemajuan hidup kita. Orang orang yang memeluk agama sudah sangat lelah berabad abad diancam oleh Tuhan yang Maha menghukum, menyiksa, mencampkan ke api neraka. Pertegas lah bahwa manusia yang boleh masuk kerumah kita sekarang adalah manusia yang bertuhan, manusia yang masih memiliki akhlak dan peradaban, manusia yang penuh kasih sayang yang suka memaafkan dan memaklumi kesalahan kesalahan kita. Sebagaimana kata kata kata mutiara  “Manusia itu tempat salah dan maaf”.

Bagai mana pula tentang nasib para buruh yang dipermainkan, diinjak injak harga dirinya oleh pemilik perusahaan..? bagai mana pula tentang Narapidana yang penghuninya bisa bebas jualan narkoba sambil nyabu di ruangan eksklusif sepertinya di Lapas yang pernah kita dengar…(Coks)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *