Sidang Gugatan Jalaludin Mendengarkan Keterangan Saksi
Takengon | KABARBERANDA – Lanjutan Sidang praperadilan yang digelar di ruang persidangan pengadilan negeri Aceh Tenggah dipimpin Hakim Muhammad Irawan.SH, Rabu (24/6). Sidang dalam agenda mendengarkan keterangan dari para saksi itu berjalan selama 2 jam
Pelapor mengajukan dua orang saksi, sementara termohon pihak Kepolisian Resort Aceh Tenggah menghadirkan dua orang saksi. Sedang termohon dari pihak Kejaksaan tidak menghadirkan saksi.
Saksi pemohon Abdul Tasit memberi kesaksian panjang lebar. Ia tinggal di desa Wih Sagi indah.” Rumah saya juga terkena gempa dan mengalami rusak berat, untuk itu kami seluruh masyarakat yang terkena gempa pada tahun 2013 melakukan musyawarah di Menasah desa Wih Sagi Indah dalam agenda pembentukan pokmas acara, ini di hadari oleh kecamatan. Tim yang datang memerintahkan kepada kami, siapa yang kena gempa kumpul di Menasah Sagi Indah, siapa yang rusak berat kesini, yang rusak sedang ke situ. Dan siapa yang rusak berat itu yang didahulukan untuk menerima bantuan. Yang menentukan rusak berat atau sedang ini adalah pokmas. Bantuan ini diperuntukan guna memperbaiki rumah yang rusak akibat terkena gempa bumi. Namun hingga saat ini sudah 2020 tetapi kami belum ada menerima bantuan apapun”, tegas nya
Terkait proses pokmas saksi Abdul Rasit menjelaskan, penandatanganan berkas oleh pokmas terkait tingkat kerusakan rumah akibat gempa. Oleh pokmas rumah saya dikategorikan dalam rusak berat begitu juga dengan rumah milik saudara Jalaludin yang juga ikut dalam penandatanganan kategori rumah rusak berat. Saya juga pernah dipagil polisi terkait masalah ini dan pihak polisi menanyakan kriteria kerusakan rumah saya, bebernya.
Saksi Ibu Salminah di ruang pengadilan memaparkan “saya mengetahui pemalsuan tandatangan kami oleh Mukhsin dari BNPB. Mukhsin mengatakan bahwa berkas kami telah diganti dari rusak berat ke rusak sedang, dengan memalsukan tanda tangan kami di berkas rusak sedang. Sementara untuk menentukan kelas kerusakan rumah kami yang diakibatkan gempa bumi pada tahun 2013 adalah tim PNPB. Mereka datang membentuk pokmas untuk menentukan klarifikasi kerusakan rumah warga. Tim mengatakan rumah saya rusak berat, termasuk Jalaludin, setelah itu diberi polmulir untuk masuk kedalam kategori rumah rusak berat. Suami saya yang menandatangani, suami saya juga ikut dalam anggota pokmasm. Kami heran setelah kami ke BNPB rumah saya sudah berubah dari rusak berat ke rusak sedang. Ini Reje yang memindahkan kriteria dari rusak berat ke rusak sedang, saya mendapat keterangan ini dari pak Gusti angota BNPB. Kami tidak pernah menandatangani kriteria rusak sedang yang kami tandatangani rusak berat. Sampai sekarang saya belum pernah menerima bantuan, saya juga tidak tau apa penyebab nya. Tetapi mengapa di desa kami ada yang telah menerima ?. Seperti Aman Selem yang mendapat bantuan rusak berat, ini saya tau dari cerita Aman Selem sendiri” ujarnya.
Saksi termohon satu yakni kepolisian Resort Aceh Tengah, Gusti Mastarosa yang bekerja sebagai PNS BNPB menuturkan, “mengenai pemalsuan tanda tangan atas nama kelompok, saya pernah dimintai keterangan di polisi sebagai saksi dalam proses pembentukan pokmas di desa wih Sagi Indah. Untuk mendata penerima bantuan akibat gempa bumi 2 Juli 2013, hingga sekarang kenapa bantuan itu belum dicairkan, dikarenakan proses di desa dan kecamatan belum selesai hingga sekarang. Karena proses nya harus disampaikan ke kabupaten dan di SK kan oleh Bupati untuk menerima bantuan. Belum di SK kan Bupati untuk menentukan rusak berat atau sedang. Ini divalidasi oleh tim kecamatan dan BNPB, korban gempa juga harus menandatangani berkas berita acara kriteria kerusakan”, tegas nya
Kabid rehabilitasi dan rekonstruksi di BNPB kabupaten Aceh Tenggara yang menjabat sebagai PPTK pada penanganan gempa waktu ini menambah kan, “saya sudah terima hasil dari tim validasi desa wih Sagi Indah, namun masih ada masalah hingga tidak bisa diproses sampai saat ini. TPM dan vasilitator, kepala kampung bertanggung jawab sebagai penilaian kerusakan rumah warga, juga peran kepala desa sangat menentukan hal ini. Karena kepala desa yang mengetahui mana yang rusak terkena gempa dan mana yang sudah rusak sebelum gempa.
Saya tidak pernah melihat langsung ke lapangan kerusakan rumah masyarakat korban gempa. Saya hanya menerima laporan dari tim yang turun kelapangan terkait masalah ini” bebernya.
Zikra sebagai saksi termohon satu yang berpropesi sebagai Agita kepolisian di polres Aceh Tenggah di persidangan menjelaskan, “pelapor datang ke polres Aceh Tengah melaporkan Reje Sagi Indah mukhsin terkait pemalsuan tanda tangan. Saya sebagai penyidik pembantu dalam kasus itu sudah melengkapi alat bukti seperti berita acara pokmas, daftar hadir penetapan pembentukan pokmas, hasil pemeriksaan forensik yang menerangkan bahwa benar tanda tangan tersebut telah dipalsukan. Namun pihak jaksa pada bulan Desember 2014 pelimpahan kasus ini gagal diterima Jaksa (p19). Dengan petunjuk penyidik harus melakukan pemeriksaan terhadap pasilitator. Setelah kita lengkapi namun masih terkendala kembali dan pihak kejaksaan kembali melakukan p19. Brdasarkan hal itu kami melakukan gelar bersama Kasat Reskrim saksi dan para Kanit, bagian hukum pengawasan dan kuasa hukum Jalaludin atas nama Anita Susilas SH. Gelar perkara pada 16 April 2020 kemarin dengan kesimpulan unsur belum cukup dan dihentikan demi hukum. Apabila ada bukti baru maka berkas akan dilanjutkan kembali.
Kuasa hukum Jalaludin kepada media mengatakan, sidang peraperadilan atas nama pemohon Jalaluddin dalam agenda menghadirkan bukti dan saksi ini pemohon menghadirkan 2 org saksi yakni Abdul Rasyid dan Suminah. Kedua saksi dihadirkan di persidangan untuk mendukung permohonan peraperadilan pemohon jalalludin atas pemberhentian penyidikan atas laporannya. Perlu kita ketahui bersama jika kedua saksi tersebut juga tanda tangannya ikut dipalsukan oleh terlapor Muhsin bin Abdul Latif.
saksi dari pihak termohon 1 menghadirkan 2 organg saksi yakni Gusti dari BNPB dan saudara Zikra selaku penyidik dalam perkara pemohon. Gusti membenarkan bukti P2 pemohon mengenai pembentukan pokmas dimana daftar pokmas bermasalah sehingga pemohon dan kelompoknya tidak mendapat bantuan. Sementara korban lainnya sudah mendapatkan bantuan.
Saksi Zikra menerangkan “jika perkara pemohon telah dilimpahkan kepada kejaksaan negeri Aceh Tengah akan tetapi dikembalikan dan penyidik tidak bisa memenuhi petunjuk dari pihak kejaksaan, yakni mengenai kerugian yg diderita pemohon sesuai pasal 263 KUHP.
Kami selaku kuasa hukum dari pemohon pra peradilan tetap berpedoman kepada permohonan kami yakni didalam pasal 263 KUHP. Tidak harus ada kerugian yang nyata, hal ini sesuai dengan pendapat ahli hukum pidana R.Soesilo dan Lumintang. Syarat formil untuk melimpahkan perkara ini ke pengadilan telah terpenuhi dengan alat bukti yg telah dijabarkan oleh penyidik yakni surat yg dipalsukan. Uji labkrim atas pemalsuan tersebut, saksi saksi dan keterangan terlapor sendiri yang mengakui jika memalsukan tanda tangan. Artinya syarat formil atas laporan pemohon telah terpenuhi, penghentian penyidikan karena tidak adanya kerugian sesuai petunjuk kejaksaan telah terbantahkan oleh pendapat ahli hukum.
“Kami sangat yakin dan berharap jika permohonan kami dikabulkan oleh majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini. Karena dalil dan Posita permohonan kami telah terpenuhi untuk seluruhnya” tegas nya. (KB/Erwin.s.a.r)